Oleh: Alfred B. Jogo Ena

“Mencintai itu, berarti tidak menuntut lebih daripada yang bisa dibuat dan membiarkan yang lain berkembang menurut adanya” (ABJE).

Ingatlah….apapun yang kita lakukan bagi sahabat kita semuanya terdorong oleh cinta kasih. Cinta kasihlah yang melandasi seorang sahabat mau mati-matian berjuang bagi sahabatnya. Cinta kasihlah api yang membakar semangat, sunshine yang menggelorakan pengorbanan seorang sahabat. Sekali lagi cinta kasih yang melandasi relasi persahabatan. Sehingga tanpa ragu ketika engkau semakin tak berpijak di bumi, ketika engkau semakin mengawan alias melayang-layak tak pasti, seorang sahabat akan membawamu turun kembali ke bumi, untuk berpijak lagi dengan lebih pasti. Ya kembali ke realitas dirimu.

Tetapi yang sering terjadi adalah tidak ada persahabatan yang abadi, hanya kepentinganlah yang abadi. Persahabatan model ini hanya terjadi dalam dunia politik yang hari ini berkongsi dengan siapa lalu besok akan makan siapa. Persahabatan yang tulus justru sebaliknya. Kepentingan politik boleh beda, tetapi relasi personal antara keduanya tetaplah yang utama. Bung Karno dan Bung Hatta boleh berbeda cara pandang politik, tetapi mereka tetaplah sahabat hingga maut memisahkan mereka satu per satu. Yang sering terjadi dewasa ini justru sebaliknya. Awalnya sahabatan berakhir musuhan hanya karena berbeda haluan politik.

Alangkah indahnya kalau kita merenungkan cetusan hati tanpa judul berikut yang ditulis 23 tahun lalu di pedalaman Madagascar:

Mencintai itu,
berarti membuka untuk memberi 
tangan dan hati

Mencintai itu,
berarti ada untuk yang lain
dan ada bersama yang lain

Mencintai itu,
berarti menjadi saksi kebenaran
dan sekaligus menjadi kebenaran.

Mencintai itu,
berarti mengampuni
dan mampu memperbaiki diri

Mencintai itu,
berarti  membawa bahagia
dan memikul derita bersama yang lain

Mencintai itu, 
berarti tidak menuntut lebih daripada yang bisa dibuat 
dan membiarkan yang lain berkembang menurut adanya.

Spread the love