1. Sedikit Bicara, Banyak Mendengarkan
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
“Orang yang terlalu mendominasi pembicaraan sesungguhnya dia sedang takut kehilangan bunyi-bunyi dari kepalanya, bunyi-bunyi yang dibangun dari ketakutan untuk merasa sendiri dan kesepian.” (ABJE)
Dalam suatu tulisannya pada 10 September 2007 Tejvan Pettinger menulis 10 rancang bangun persahabatan yang sehat. Saya coba menyadur secara bebas pendapatnya sembari dicocokkan dengan keadaan sekitar kita. Mulai hari ini sampai sepuluh hari ke depan akan coba saya paparkan satu per satu.
Banyak orang selalu dengan penuh percaya diri membanggakan dirinya di hadapan orang lain. Mereka terkesan memaksa agar orang lain untuk mendengarkan dirinya. Mereka begitu “sombong” memamerkan diri. Jika kita tidak waspada dengan sikap banyak bicara ini, orang lain akan menjauhi kita karena keegoisan kita.
Jika kita berkehendak baik dan mampu mendengarkan sesama, kita justru akan mendapatkan banyak apresiasi. Dengan mendengarkan lebih banyak, kita menekan ego untuk menguasai pembicaraan pada orang lain. Alangkah baiknya kita ingat nasihat Epitectus, filsuf Yunani berikut: “Secara alami kita dianugerahi satu mulut dan dua telinga agar kita lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.” Itu artinya kita dituntut lebih banyak menggunakan telinga untuk mendengarkan daripada berusaha sekuat tenaga untuk terus berbicara agar orang lain mendengarkan keluh kesah bahkan “sampah” dari mulut kita.
Dua telinga artinya menggunakan telinga kepala dan telinga hati. Dengan telinga kepala kita berusaha untuk memahami inti pembicaraan orang lain. Dengan telinga hati kita berusaha membangun simpati dan empati serta melibatkan seluruh diri untuk hadir di hadapan orang lain. Tidak mudah memang. Kita perlu membiasakan diri untuk berlatih mendengarkan dan mendengarkan lebih banyak daripada berbicara lebih banyak bagai seorang host atau motivator yang terus bicara sepanjang acara (karena memang dia dibayar untuk banyak bicara). Berlatihlah mendengarkan diri sendiri, maka dengan demikian kita bisa mendengarkan orang lain.
Semakin sering kita diamkan bibir dan biarkan telinga kepala dan hati mendengarkan diri, kita justru sedang mendengarkan Tuhan yang sedang berbicara kepada kita. Kita justru sedang menerima solusi yang ditawarkan sesama. Mendengarkan sama artinya kita belajar lebih banyak.