Oleh: Alfred B. Jogo Ena

5. Tahu Kapan Harus Diam


Jika kita berpikir bahwa seorang teman memiliki ide yang buruk, janganlah menyerangnya, tetaplah berusaha untuk diam dan biarkan mereka melakukannya untuk dirinya sendiri. Keliru besar jika kita merasa bertanggung jawab atas tindakan mereka. Kita dapat menawarkan dukungan, namun kita tidak bisa memaksa hidup mereka.

Ketika sahabat kita ketika sedih kita ikut sedih tanpa harus banyak kata. Kita cukup menyediakan bahu yang membantunya bersandar atau tangan yang merangkulnya agar tidak ambruk. Biarkan bibir kita melantunkan doa tanpa kata agar sahabat kita bisa tegar lagi dan bangkit dari kesedihan bahkan keterpurukannya. Begitu juga sebaliknya. Ketika sahabat kita bergembira, mari kita ikut rayakan sukacita itu dengan mengesampingkan ego diri kita. Tidak perlu kita merusak sukacita itu dengan urusan-urusan pribadi kita.

Tahu kapan harus diam selain melanggengkan keintiman relasi persahabatan kita, juga semakin memberi isi, makna dan bobot relasi itu sendiri. Relasi yang lebih spiritual itu lebih meneguhkan daripada yang artifisial. Artinya tanpa kehadiran fisik pun, seorang sahabat selalu merasakan kehadiran kita dalam hidupnya. Itulah kekuatan kehadiran dan dukungan doa yang melampaui ruang dan waktu.

Sahabat, tahulah kapan harus diam, kapan harus berbicara.

Spread the love