Oleh: Alfred B. Jogo Ena

6. Niat yang Tulus


Jika kita bersahabat dengan harapan akan mendapat keuntungan, kita akan menemukan orang yang bersikap sama terhadap kita. Persahabatan seperti ini mengantar kita pada ketidaknyamanan dan kecemburuan. Persahabatan yang sehat mestinya dibangun atas dasar kehendak baik dan jauh dari tujuan pribadi yang terselubung. Jauh dari keinginan do ut des, saya memberi (maka) kamu pun memberi. Persahabatan macam ini sangatlah artifisial. Persahabatan hanya diukur oleh materi.

Belajarlah bersahabat seperti anak kecil yang selalu merasa gembira dan tak pernah dendam. Yang ada hanyalah gembira dengan tulus. Mereka selalu apa adanya dengan sahabat sepermainannya. Jika tersakiti – membuatnya menangis – tetap bermain bersama dengan tulus. Mereka belum mengenal kata dendam dan sakit hati. Mereka menjadi dendam dan sakit hati justru ketika orang dewasa ikut campur dalam relasi persahabatan mereka: mulai ada doktrin-doktrin yang hendak membatasi cara bermain dan bergaul mereka.

Jika Anda pergi ke suatu daerah yang baru dengan bahasa yang baru serta tradisi yang baru, bergaul dan bersahabatlah dengan anak-anak. Mereka akan dengan tulus membantu Anda untuk belajar bahasa. Mereka akan dengan spontan dan tanpa segan membenarkan pembicaraan Anda jika salah, atau jika Anda belum tahu kebiasaan di tempat itu mereka akan memberitahumu tanpa segan. Mereka tidak memikirkan apakah yang akan dikatakan itu menyinggung perasaanmu, karena mereka hanya menghendaki Anda segera bisa berbicara dalam bahasa mereka.

Dalam bersahabat, belajarlah untuk tulus seperti anak-anak, karena mereka hanya tahu memberi dan memberi karena mereka tahu itu penting bagimu. Hal-hal lain seperti mendapatkan imbalan darimu hanyalah bonus dari kebaikan mereka. Dan mereka membantumu bukan untuk mendapatkan permen, tetapi agar Anda segera masuk dalam situasi dan budaya yang mereka tahu dan hidupi.

Spread the love