Oleh: Alfred B. Jogo Ena
9. Fokuslah pada Relasi dan Tidak Perlu Berlebihan
Tejvan Pettinger mengatakan bahwa memelihara persahabatan yang sehat bukan berarti kita harus menghabiskan berjam-jam waktu bersamanya. Kita hanya perlu mengambil waktu seperlunya untuk peduli dengannya, mengingat ulang tahunnya atau perayaan lain bersamanya. Kita tahu kapan harus menyediakan bahu untuk menjadi tempatnya bersandar atau menjadi “sapu tangan” ketika dia ingin menangis. Bahkan kita siap menjadi kotak sampah jika hendak menumpahkan segala unek-unek dari dalam hatinya.
Persahabatan yang baik haruslah dibangun atas dasar spontanitas disertai humor yang mengakrabkan satu sama lain. Bukan atas dasar kebutuhan. Saya hadir ketika saya membutuhkanmu untuk kepentinganku, atau saya datang ketika sedang kepepet oleh situasi. Sahabat yang baik tidak bertindak seperti Yudas yang tega menjual Sang Guru dengan tiga puluh keping perak. Sahabat yang baik selalu berusaha memberi perhatian pada relasi yang wajar dan manusiawi, tidak berdasarkan hitungan untung rugi. Karena relasi persahabatan yang sehat tidaklah seperti hitungan bisnis.
Seorang sahabat yang sedang bepergian, yang dia ingat pertama kali adalah apakah ada sahabatku di kota itu? Jika ada, dia akan mencari tahu dan bila memungkinkan dia akan mencari untuk sekadar bertemu dan bertanya kabar secara langsung. Seorang sahabat selalu memiliki waktu bagi sahabatnya, sekalipun mereka terpisah oleh ruang dan waktu. Bahkan Kitab Amsal 17:17 bahkan menulis demikian, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Di sana ada kesetiaan yang dibangun melalui pengorbanan dan solidaritas.