Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Saya akan ke Sana
Ketika tengah malam tiba-tiba seorang sahabat menelepon dan mengatakan “anaknya sedang sakit”, dia sedang bersedih atau kehilangan, maka kita akan segera menjawabnya: Baik kawan, saya akan segera ke sana.” Hadir pada saat dan tempat yang tepat bagi sahabat yang sedang berkesusahan merupakan hadiah terindah untuknya. Kehadiran kita menyegarkan secara fisik dan menguatkan secara spiritual.
Suatu ketika di bulan Oktober 1999, hujan badai melanda Lorety, sebuah kampung di bawah kaki pegunungan Andringitra di Madagascar Tengah, masuk distrik Ambalavao, Fianarantsoa. Pohon-pohon bertumbangan. Sapi-sapi di rumah tetangga pada mati tertimpa hujan es. Semua terisolasi, tidak bisa ke mana-mana. Keesokan harinya, seorang sahabat (Ketua Dewan Paroki) yang berada jauh dari pusat paroki, kurang lebih 6 km, tiba-tiba datang mengunjungi saya.
“Kami semalam mencemaskan frater sendirian di sini. Mau datang tidak bisa. Tadi saja saya ke sini berjalan kaki karena banyak pohon yang tumbang dan tebing jalan yang longsor. Karena itu pagi ini saya nekad datang. Syukurlah frater baik-baik saja.”
Itu seorang sahabat yang begitu mencemaskan keadaan sahabatnya ketika badai datang menerjang. Waktu itu pastor pembimbing saya sedang ke kota. Tetapi tidak bisa pulang karena keadaan yang tidak memungkinkan. Bagi saya ini pengalaman pertama mengalami hujan badai beberapa hari berturut-turut. Tapi saya tidak sendirian karena para tetangga sekitar pastoran sangat memperhatikan saya. Soal makan minum, tidaklah kekurangan.
“Saya akan segera ke sana,” sering kali menjadi kata hiburan yang paling meneguhkan manakala kita sedang ditimpa suatu peristiwa yang menyedihkan. Sahabat yang bersedih merasa ada teman, merasa didukung dan diberi kekuatan. Ia tidak berjalan dan menghadapi sendiri kesedihannya. Kehadiran kita yang tiba-tiba muncul segera setelah dia mengalami kesedihan, sangatlah menguatkan hatinya.
