Oleh: Alfred B. Jogo Ena

Situasi Dunia Kini

Setelah “digempur” hampir tiga tahun oleh pandemi covid-19, kini kita perlahan mulai bangkit dan pulih kembali. Memang pengalaman kehilangan orang-orang terkasih selama pandemi tidak pernah bisa dilupakan begitu saja, apalagi yang harus menyaksikan dari jauh tanpa ratap dan doa di depan jenazah orang-orang terkasih. Meski demikian, hidup mesti terus berjalan. Pengalaman tidak akan pernah terulang. Yang terulang hanyalah pelajaran dan hikmat yang bisa kita jadikan “sekolah” untuk terus mengarungi kehidupan.

Sekalipun pemerintah belum menyatakan endemi, toh geliat kenormalan mulai hidup lagi hampir dalam sebagian besar aspek. Meski tidak kita pungkiri bahwa dalam gencetan pandemi, masih ada bangsa-bangsa yang menekankan ego diri, tak ada yang mengalah lalu saling meniadakan dalam perang yang selalu meninggalkan jejak duka dan nestapa. Lagi-lagi manusia begitu pongah oleh ulah dan sikap diri yang merasa berada di atas sesamanya.

Belum lagi dalam perdagangan dan ekonomi, negara-negara besar terus berusaha mendikte negara-negara kecil untuk takluk. Apa yang dibutuhkan oleh mereka harus dipenuhi oleh Indonesia. Negara kecil tidak boleh mandiri apalagi berani melawan. Fakta terbaru, Indonesia dinyatakan kalah oleh Uni Eropa melalui WTO karena melarang eksport bahan baku nikel. Indonesia harus tunduk pada hukum perdagangan internasional, padahal Indonesia punya undang-undang yang mengatur kedaulatan ekonomi dalam negerinya. Jika selama ini kita hanya mengeksport bahan baku yang digali langsung dari perut ibu pertiwi, maka oleh Presiden Jokowi kita perlu menerapkan pola baru. Kita hanya perlu mengeksport barang jadi yang siap dipakai.

Natal dan Jalan Lain

Gambar diambil dari Pastor Tim Burt dalam tulisannya God’s Forgiveness and Salvation, and the Gift of Heaven)

Dalam situasi dunia pasca pandemi, dunia yang meninggalkan duka mendalam, meninggalkan trauma dan ketakutan, kita merayakan Natal. Seperti umumnya peristiwa kelahiran dan ulang tahun kelahiran selalu disambut dengan penuh sukacita dan kegembiraan, Natal tahun 2022 ini juga mengajak kita untuk bersukacita.

Sekalipun kita berada dalam “tekanan dan himpitan” pandemi, KWI dan PGI mengajak kita untuk memaknai Natal dengan “jalan lain.” Apa itu jalan lain?

KWI dan PGI dalam pembukaan pesan Natal bersama menulis demikian, “Perayaan Natal selalu membawa sukacita dan damai sejahtera bagi hidup kita, karena Yesus datang untuk membebaskan kita dari belenggu dosa. Oleh Dia yang lahir di kandang hewan, wafat di kayu salib, dan kemudian bangkit dari antara orang mati, kita dilahirkan kembalisebagai ciptaan baru dan memperoleh hidup kekal. Orang-orang bijak dari Timur dengan bantuan bintang datang untuk menyembah-Nya dan mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur. Setelah mengalami sukacita dalam perjumpaan yang istimewa tersebut, orang-orang bijak itu kembali ke negerinya melalui jalan lain seperti yang ditunjukkan Tuhan (bdk. Mat. 2:12). Mereka mampu melewati tantangan, hambatan, dan kesulitan dalam perjalanan mereka mencari Yesus dan setelah berjumpa dengan-Nya mereka juga berani menempuh jalan baru yang belum tentu lebih mudah dari sebelumnya. “Jalan lain” itu dapat dipahami juga secara rohani. Sesudah bertemu dengan Yesus, orang tidak lagi menjalani hidup dengan cara lama, tetapi dengan cara yang baru, menjadi manusia baru. Dengan demikian, Natal juga mengajak kita untuk menemukan jalan baru dan kreatif dalam mewartakan kasih-Nya kepada sesama dan semua makhluk ciptaan.”

Seperti Malaikat yang mengajak para majus dari timur untuk pulang dengan jalan lain seusai menjumpai Kanak Yesus, kita juga diajak untuk merayakan natal dengan jalan lain seuasi lepas dari cengkraman pandemi.

Saya mengajak Anda untuk memahami dan memaknai JALAN LAIN yang diusulkan oleh KWI dan PGI sebagai sebuah jembatan salib yang menghubungkan manusia dan Allah. Orang kristiani selalu merefleksi terang natal dalam terang paskah. Karena hanya dalam terang paskahlah, segala penggenapan nubuat nabi, segala situasi dosa yang manusia alami mengalami kepenuhannya.

Natal yang dimaknai sebagai kelahiran jasmani hanya bisa dipahami dan diimani dalam Paskah sebagai kelahiran rohani, kelahiran spiritual manusia yang berdosa ke dalam kemuliaan Allah sendiri melalui Yesus sang Putra.

Dalam terang salib sebagai jembatan antara manusia lama yang dikuasai oleh dosa dengan manusia baru yang dimuliakan dalam Allah, kita memaknai natal kita dengan jalan lain, agar kita segera bangkit dan berubah dalam Allah sendiri. Memang ini terlalu teologis, tetapi sesungguhnya bisa dipahami secara sederhana bahwa dalam natal, kemanusiaan kita yang penuh dosa dimuliakan dalam kemuliaan Kristus yang rela menjadi manusia. Ia menjadi manusia seperti kita dalam segala kecuali dalam hal dosa.

Dengan menempuh “Jalan Lain” kita diajak untuk segera bangkit dan pulih lebih cepat. Bangkit dan pulih secara manusiawi sekaligus secara rohani, bangkit secara spiritual: ada harapan untuk hidup lebih baik sebagai anak-anak Allah. Sebab apapun situasi kita, kita tetap dikasihi dan dmuliakan oleh Allah.

Selamat Natal untuk semua sahabat. Mari mengakhiri tahun 2022 ini dengan penuh syukur dan siap menyambut tahun 2023 dengan penuh harapan, penuh iman dan penuh cinta.

Spread the love