Diringkas dari berbagai sumber

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

4) Mengapa Epifani dikaitkan dengan 6 Januari

Paus Benediktus menjelaskan bahwa sulit untuk memastikan kapan tepatnya perayaan natal. Itu terjadi sejak abad ketiga.

Kemungkinan pada waktu yang sama, hari raya Epifani muncul di Gereja Timur pada 6 Januari dan Natal di Gereja Barat pada 25 Desember. Kedua hari raya itu memiliki penekanan yang berbeda karena konteks budaya dan agama yang berbeda ketika perayaan itu muncul. Meski pada dasarnya maknanya sama bahwa perayaan Kelahiran Yesus Kristus sebagai Fajar Cahaya baru, matahari sejati.

Pada Kristianitas Awal, Gereja merayakan Hari Raya Epifani setiap tanggal 6 Januari untuk memperingati empat momen sekaligus: kelahiran Yesus, kedatangan orang-orang majus, pembaptisan Tuhan, dan pernikahan di Kana. Tradisi ini terus berlanjut dalam Gereja Barat (Katolik Roma) maupun Gereja Timur (Ortodoks) sampai abad ke-5. Dalam Konsili Tours tahun 567, Gereja Barat memutuskan untuk memisahkan peringatan kelahiran Yesus dari Hari Raya Epifani. Kelahiran Yesus atau Natal diperingati pada 25 Desember dan Epifani dirayakan pada 6 Januari. Pada tahun 1955, Paus Pius XII memperbarui liturgi dengan memisahkan pembaptisan Tuhan dari Hari Raya Epifani. Sejak itu, Hari Raya Epifani hanya memperingati penyembahan Bayi Yesus oleh tiga orang majus dari Timur. (https://parokicikarang.or.id/detailpost/epifani-tuhan-menampakkan-kemuliaan-nya)

5) Siapa itu Orang Majus?

Menurut Paus Benediktus: “Dalam sumber-sumber yang relevan, konsep Magi (mágoi) mencakup makna yang luas, dari yang sepenuhnya positif hingga yang negatif. Untuk yang pertama dari empat arti utama, orang Majus dipahami sebagai anggota kasta imam Persia. Dalam budaya Helenistik mereka dianggap sebagai “penguasa agama yang khas”, tetapi pada saat yang sama ide-ide keagamaan mereka dianggap “sangat dipengaruhi oleh filsafat”, sehingga para filsuf Yunani sering digambarkan sebagai murid mereka (bdk. Delling , “magos,” hal.356).

Tidak diragukan pandangan ini mengandung beberapa unsur kebenaran yang tidak mudah didefinisikan: lagipula, Aristoteles sendiri berbicara tentang karya filosofis orang Majus (lih. ibid., hal. 357).
Makna lain yang dicantumkan oleh Gerhard Delling adalah sebagai berikut: pemilik dan pengguna pengetahuan dan kemampuan supranatural, pesulap, dan akhirnya penipu dan penggoda. . . .

Sedangkan dalam Matius 2, orang majus yang dimaksud adalah yang pertama dari empat arti yang berlaku, setidaknya dalam arti luas. Bahkan jika mereka bukan anggota imamat Persia, mereka adalah penjaga pengetahuan agama dan filosofis yang telah berkembang di daerah itu dan terus dibudidayakan di sana [Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives].

6) Mengapa Orang Majus Datang Menemui Yesus?

Menurut beberapa sumber, mereka rupanya memiliki karakter kenabian (beberapa orang berpendapat bahwa mereka mendapatkannya dari komunitas Yahudi timur, seperti yang ada di Babilonia) yang memungkinkan mereka mengidentifikasi kelahiran “raja orang Yahudi” yang baru secara astronomis.

Mereka mungkin secara khusus termotivasi untuk datang menemui raja orang Yahudi ini karena pada waktu itu ada harapan bahwa seorang penguasa universal akan segera datang dari Israel. Sehingga sebagai wujud rasa hormat mereka pada Sang Raja itu mereka membawa aneka persembahan (emas, kemenyan dan mur).

Jika dilihat dari asal kedatangan mereka, kita dapat menyebutkan bahwa mereka mewakili para bangsa untuk datang menyembah sang Raja (sebagai milik segala bangsa).

Paus Benediktus menjelaskan: Kita tahu dari [sejarawan Romawi] Tacitus dan Suetonius bahwa spekulasi marak pada saat penguasa dunia akan muncul dari Yehuda — harapan yang [sejarawan Yahudi] Flavius Josephus terapkan pada [kaisar Romawi] Vespasianus, akibatnya menemukan jalannya untuk mendukung yang terakhir (lih. De Bello Judaico iii, 399–408) [Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives].

(Bersambung)

Spread the love