Diringkas dari berbagai sumber

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

7) Mengapa Orang Majus Pergi Kepada Herodes?

Kemungkinan besar karena para majus itu menganggap bahwa raja yang baru lahir itu adalah putra Herodes — “raja orang Yahudi” saat ini.

Paus Benediktus menulis, “Wajar jika pencarian akan raja orang Yahudi yang baru lahir membawa mereka ke kota kerajaan Israel dan ke istana raja. Itu, pasti, di mana raja masa depan harus dilahirkan [Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives].
Kedatangan para majus yang menanyakan tentang raja yang baru itu tentu saja mengagetkan Herodes. Karena dia penasaran dengan raja yang baru lahir itu (sesungguhnya dia berniat jahat pada raja yang baru lahir itu), dia mulai merencanakan sesuatu. Tetapi kepada para Majus dia mengatakan akan ikut menyembahnya jika sudah ditemukan.  “Kemudian ia menyuruh mereka ke Betlehem, katanya: “Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia” (Mat 2:8) .

8) Apa Nama Bintangnya?

Nama bintangnya tidak kita ketahui secara pasti. Mungkin orang bertanya-tanya apakah bintang itu hanya sebuah fenomena alam yang seolah-olah menuntun orang majus ke Yerusalem, hingga sampai di Bethlehem. Bukan itu yang dikatakan oleh Matius. Dalam Injil Matius dia tidak menulis bahwa bintang itu membawa mereka ke Yerusalem. Mereka hanya melaporkan (kepada Herodes) bahwa mereka telah melihat bintang di Timur (Mat 2:2) sehingga mereka meninggalkan kampung halaman mereka dan datang ke datang ke Yerusalem.

Lebih lanjut setelah mendengar kata-kata Herodes, “berangkatlah mereka. Dan lihatlah, bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat, di mana Anak itu berada (Mat 2:9). Tentu saja kita bisa membayangkan bahwa selama mereka berjalan ke arah Betlehem, bintang itu bertindak seperti kompas bagi mereka.

Para majus tentu tahu apa makna “penampakan” bintang itu bagi mereka. Dan bagi orang beriman, itu sudah menjadi takdir ilahi untuk terjadi demikian. Dalam perjalanan ke Bethlehem mungkin bintang itu ada di depan mereka di langit – suatu kebetulan yang diatur oleh pemeliharaan ilahi. Setiap orang, setiap ahli boleh bersoal jawab panjang lebar tentang hal ini. Tetapi ketika berbicara tentang kehendak ilahi, yang ada hanyalah percaya atau tidak.

9) Apakah dengan melihat bintang, kita boleh percaya astrologi?
Sama sekali tidak. Katekismus Gereja Katolik bahkan dengan tegas menulis, “Segala macam ramalan harus ditolak: mempergunakan setan dan roh jahat, pemanggilan arwah atau tindakan-tindakan lain, yang tentangnya orang berpendapattanpa alasan, seakan-akan mereka dapat “membuka tabir” masa depan (Bdk. Ul 18:10; Yer 29:8.). Di balik horoskop, astrologi, membaca tangan, penafsiran pratanda dan orakel (petunjuk gaib), paranormal dan menanyai medium, terselubung kehendak supaya berkuasa atas waktu, sejarah dan akhirnya atas manusia; demikian pula keinginan menarik perhatian kekuatan-kekuatan gaib. Ini bertentangan dengan penghormatandalam rasa takwa yang penuh kasih, yang hanya kita berikan kepada Allah.” [KGK 2116].

Kelahiran Yesus sudah diatur oleh Allah dengan dan melalui tanda-tanda tertentu, maka tentu saja penjelasan menurut rasi bintang atau astrologi tidak diperlukan sama sekali. Paus Benediktus menegaskan:
Para Bapa Gereja telah menekankan aspek lebih lanjut. Gregorius dari Nazianus mengatakan bahwa pada saat orang Majus memuja Yesus, pada saat itu astrologi berakhir, karena bintang-bintang sejak saat itu menelusuri orbit yang ditentukan oleh Kristus. Di dunia kuno, benda langit dianggap sebagai kekuatan ilahi, yang menentukan nasib manusia. Planet-planet menyandang nama dewa. Menurut konsep yang berlaku pada saat itu, entah bagaimana mereka menguasai dunia, dan manusia harus mencoba menenangkan kekuatan ini. Monoteisme alkitabiah segera menghasilkan demitologisasi yang jelas: dengan ketenangan yang luar biasa, kisah penciptaan menggambarkan matahari dan bulan—keilahian besar dunia kafir—sebagai cahaya yang ditempatkan Tuhan di langit di samping seluruh cakrawala bintang (bdk. Kej 1 :16f.). Memasuki dunia non-Yahudi, iman Kristen sekali lagi harus bergulat dengan pertanyaan tentang dewa astral.

Dalam surat yang ditulisnya dari penjara kepada jemaat di Efesus dan Kolose, Paulus menekankan bahwa Kristus yang bangkit telah mengalahkan semua kuasa dan kekuatan di surga, dan bahwa Ia memerintah atas seluruh alam semesta. Melalui kisah bintang, orang bijak membuat poin yang sama: bukan bintang yang menentukan nasib anak, anaklah yang mengarahkan bintang [Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives). Jadi penjelasan dan refleksinya bukan berfokus pada petunjuk bintang, tetapi pada petunjuk ilahi melalui Sang Anak, Kristus Yesus yang lahir di Betelehem.


Spread the love