Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Puisi Sehabis Gerimis
Gerimis membasahi jalanan
tak bisa menghapus kenangan
tak juga hanyutkan janji-janji
yang berceceran tidak saja
tapi juga di pagar-pagar
partai yang konon paling cinta rakyat.
di dinding-dinding medsos
Gerimis yang malu-malu
pada senja yang kelabu
bak masker penutup urat-urat tak tahu malu
mereka yang suka bersumpah
di bawah kitab keagamaan
tapi paling setia mencuil-cuil angka
pada kalkulator: ini untuk bini satu
itu untuk bini cadangan satu, dua, dst
dan gerimis tak bisa menutup
malu mereka yang tak tertutup lagi.
Gerimis tetap menjadi puisi
meski tanpa diksi nan ritmis
bak janji-janji paling “kecap”
dari bibir-bibir suka mendaku
bagian dari derita jelata
meski sejak orok ada di istana