Catatan dari Kopdarnas KPKDG dan Talk Show dengan Katolikana yang gagal (1)

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

“Aku ikut pingin mengawal mama”, jawab peserta termuda dalam Kopdarnas KPKDG di Wisma Pojok Indah, Yogyakarta, 11-12 November 2023 lalu.

Tentu kesempatan kawal dipakai dengan baik olehnya untuk belajar banyak dari para opa dan oma, om dan tante dalam kepenulisan. Saya tertarik untuk mengelaborasi lebih jauh tentang kata “kawal mama.” Saya kasih tanda petik (“) karena bukan dalam artian fisik.

MENGAWAL KEWARASAN

Tugas seorang penulis adalah mewartakan, menyampaikan, menyebarkan kebenaran. Dan seorang penulis katolik bukan sekadar menyampaikan kebenaran, tetapi terutama mewartakan kasih dan kegembiraan, sukacita dan damai kepada pembaca dan dunia. Tugas mewartakan ini hanya bisa dilakukan oleh seorang penulis yang waras dan sehat. Penulis yang selalu berusaha mengawal cara berpikir, cara berbicara dan caranya menulis dengan baik dan benar tentang nilai-nilai kehidupan.

Dalam dunia yang digempur secara massif oleh kebohongan dan penipuan melalui berbagai hoax melalui media sosial, tugas seorang penulis justru semakin berat. Ya berat karena dia harus mulai dari dirinya sendiri waras secara emosional, waras secara intelektual, waras secara sosial dan waras secara spiritual. Kewarasan ini bisa terjaga bila terus dikawal. Bagaimana cara mengawalnya? Salah satunya melalui komunitas penulis seperti yang dilakukan oleh KPKDG ini.

Kopdarnas menjadi salah satu cara yang murah meriah, efektif dan efisien menjadi para penulis untuk menimba pengalaman bagaimana mengawal akal sehat dalam upaya mewartakan syukur, mewartakan nilai-nilai kristiani yang sudah diinternalisasi, dihidupi oleh si penulis sesederhana atau sekecil apapun. Bukankah setiap penulis katolik yang sudah dibaptis terpanggil untuk menjalankan perannya sebagai imam, nabi dan raja?

Sebagai imam, melalui aneka tulisannya para penulis katolik (semisal Remi Sylado, Arswendo, Joko Pinurbo, Romo Magnis) berusaha membawa pembacanya kepada kekudusan. Kudus dalam melihat semesta sebagai bagian dari rencana penciptaan yang mesti disirami dengan nilai-nilai kebaikan, keadilan, kebijaksanaan, solidaritas, dll. Sebagai nabi, para penulis ikut mewartakan, menyebarkan, “memperdengarkan” atau membahasakan nilai-nilai di atas tadi secara lebih membumi dan aktual. Dan sebagai raja, melalui tulisan-tulisannya itu para penulis memimpin dan menuntun orang kepada kebenaran, kepada Allah sendiri.

Dengan menjalankan tritugas itu, para penulis terus berusaha mengawal akal sehat, mengawal kebenaran untuk selalu menang melawan kebohongan, ketidakadilan, kecurangan dan lain-lain. Jika awalnya Anda hanya bertugas mengawal mama, kinilah saatnya Anda bertugas mengawal akal sehat melalui tulisan-tulisan Anda.

Jawaban Matthew putra teman kami Celly Kwok, penulis dari Solo memantik saya untuk berkelana tentang makna kata kawal. Dari kawal mama menjadi kawal makna, kawal akal sehat, kawal damai dan sukacita. Ya, penulis adalah pengawal utama akal sehat.

“SEMACAM” KURIKULUM

Sedikit berbagi rasa bersalah….(bersambung ke seri 2)

NB: Foto2 diambil dari FB KPKDG

Spread the love