Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Hari ini, Senin 27 November 2023, saya berkesempatan beranjangsana ke rumah Opa Salib Besar alias Opa Rafael Priyono. Salib Besar menjadi atribut pengingat bagi kedua anak kami untuk mudah memanggil Opa Rafael yang sangat menyukai misa di Gereja Santo Petrus dan Paulus Minomartani, yang memiliki Salib Besar di altar (bukan salib yang ada sekarang). Menurut Opa, rasanya amat “marem” dan meneguhkan jika misa di Gereja Minomartani. Rasanya seperti Tuhan Yesus langsung merengkuh kita ke dalam rangkulan KasihNya. Sejak itulah (kurang lebih 7 tahun yang lalu) Opa Rafael dipanggil Opa Salib Besar.
Siang ini, awalnya datang untuk memanen rambutan di depan rumah yang berbuah lebat. Saban hari banyak tamu yang datang dan membawa rambutan. Maka sebelum rambutan habis, saya diminta datang untuk memanen sendiri. Ajakan sudah hampir sepekan berlalu, namun baru hari ini berkesempatan ke sana.
Rencana awal hanya datang, panen (juga mengambil yang sudah disediakan oleh Oma) kemudian pulang. Nyatanya kami bisa ngobrol ngalor ngidul hampir 4,5 jam. Dan luar biasanya meski “ruang gerak” opa sangat terbatas – di tempat tidur dan kursi roda) kami bisa bicarakan segala tema, mulai dari kepenulisan sampai dengan pengalaman Opa sekeluarga bekerja di Papua (juga pengalaman bekerja sebagai guru di Nangapinoh, Kalbar tahun awal-awal lepas kuliah.
Saya kagum atas daya ingat Opa, yang menghafal hampir semua nama muridnya baik yang di Kalimantan maupun Papua. Mungkin inilah yang membuat Opa Salib besar tetap semangat untuk sembuh meski sangat bergantung pada obat-obatan dan membutuhkan orang lain (istri tercinta) untuk melakukan apapun. Raganya boleh lemah, tetapi dari jemarinya masih terus mengalir aneka cerpen dalam berbagai tema baik berbahasa Indonesia maupun Jawa.
Begitulah, sebagai seorang penulis kreatif dengan daya ingat yang sangat detail membuat Opa terus berkontribusi untuk dunia literasi Indonesia. Bebarap cerpennya yang dimuat di Mingguan Hidup maupun Miinggu Pagi justru lahir kala raganya tak bisa segesit dulu lagi. Kita akan betah berjam-jam ngobrol bersamanya karena selalu banyak ide-ide yang segar termasuk pengalamannya sebagai guru yang diingatnya dengan rinci. Sebuah kekuatan yang tidak dimiliki oleh setiap penulis.
Daya ingat Opa yang luar biasa ini, ditunjang oleh ketekunan untuk membaca dan menulis membuatnya selalu merasa terpanggil untuk memberikan diri kepada sesama melalui tulisan.
Salah satu tulisannya yang amat dahsyat dilandasi oleh iman yang mendalam akan Tuhan Yesus adalah tentang mukjizat kesembuhan berkat bilur-bilur Tuhan. Opa memiliki mantra iman, “Dari Bilur-bilurMu yang kudus, sembuhkan aku.” Itulah yang dilakukan ketika menimba dan memercikan air suci di gua-gua Maria, ke dadanya atau anggota tubuhnya yang sakit. Dan iman itu hingga kini begitu kuat bahkan menggerakkan pembacanya, para sahabat dan kenalan untuk melakukan yang sama. Tulisannya bisa dibaca dalam buku “Ayat-Ayat Dahsyat Yang Mengubah Hidup.”
Terima kasih atas pengalaman kita hari ini. Semoga saya bisa “menelurkannya” menjadi sebuah cerpen rohani yang meneguhkan iman saya juga pembaca lainnya. Berkat doa-doa para sahabat dan iman Opa yang mendalam, mukjizat demi mukjizat kehidupan terjadi hingga kini.
Tetap semangat Opa agar kita bisa berdinamika lagi dalam pelatihan-pelatihan menulis.
Salam dan doa selalu.