(Renungan untuk Minggu 13 November 2022)
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Sering kali kita kagum dan terpesona pada keindahan lahiriah. Pada kegantengan dan kecantikan fisik orang lain. Pada kemegahan dan kegagahan sebuah rumah tinggal berharga miliaran. Pada tingginya menara rumah yang menjulang menembus langit. Mata kita begitu dimanjakan lalu menjalar ke rasa penasaran dan kagum yang berlebihan, seolah semua itu menjadi berhala baru dalam hidup kita. Kita menjadi lupa hakikatnya bahwa semuanya itu hanyalah sementara yang sewaktu-waktu bisa hilang lenyap tersapu badai bahkan oleh kematian. Lalu apa yang harus dibanggakan?
Apakah kita tahu bahwa menara yang tingginya mencakar langit itu dibangun di atas derita banyak orang, dari hasil korupsi dan penindasan? Apakah kita tahu bahwa kegantengan dan kecantikan itu dibentuk dari hasil-hasil yang bukan miliknya? Yang fisik tetaplah hanya sementara. Ia akan segera pudar bersama waktu. Lalu apa sih yang abadi itu?
Sabda Yesus bahwa “Akan datang harinya segala yang kami lihat di situ diruntuhkan, dan tidak akan ada satu batu pun dibiarkan terletak di atas batu yang lain” seakan menyentak kesadaran kita. Semua yang gagah dan megah dalam pandangan mata, tidaklah berarti apa-apa di hadapan kekuasaan Yang kuasa. Sekali Ia mendengus maka porak porandalah segala kehidupan. Lalu apa yang mesti dilakukan agar segala kebanggaan itu ada artinya?
Kepada kita yang mengaku murid Kristus, Ia mengingatkan untuk selalu waspada dan tidak disesatkan oleh aneka iming-iming yang mengklaim sebagai Dia yang akan datang itu. Hendaklah mata jasmani kita tetap terkoneksi dengan mata batin untuk hanya percaya kepadaNYA yang datang tanpa gembar gembor, tanpa pengumuman agar disambut secara gegap gempita. Cukuplah kita yakin dan percaya dalam hati bahwa DIA yang akan datang itu sudah ada sejak awal dalam hati kita. Karena kataNya, “jika kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidup.”
Bertahan artinya kita tetap teguh dan bertekun dalam pencobaan sekalipun terjadi kekacauan besar, bangsa akan berperang melawan bangsa, gempa bumi akan memusnakan segenap ciptaan. Bertahan artinya kita tidak pernah goyah untuk mengingkarinya sebagai “Jalan, Kebenaran dan Hidup” kita. Dialah Alfa dan Omega hidup kita. Jangan sampai ulah hati yang terpesona, jiwa kita pun merana dalam keabadian.
Selamat hari Minggu Biasa ke-33, minggu terakhir sebelum Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam. Minggu ini menjadi minggu terakhir sebelum dua minggu kemudian kita akan memasuki tahun liturgi yang baru. Tahun A.
Terimakasih banyak Pak, untuk renunganx. Tuhan Yesus memberkati bapak sekeluarga