Catatan dari Kopdarnas KPKDG dan Talk Show dengan Katolikana yang gagal (Bagian 3)

Oleh: Alfred B. Jogo Ena

Kedua, pelatihan menulis sastra (puisi atau cerpen). Setelah pelatihan menulis kritik dan refleksi, para peserta (ada yang lama dan wajah-wajah baru) diarahkan untuk menulis sastra, bisa berupa puisi/sajak, cerita pendek, cerita bersambung, novel. Seperti dua pelatihan sebelumnya, mentor utama tetaplah Budi Sardjono, seorang mantan jurnalis juga novelis yang sudah untung melintang (hehe bisanya kita selalu negatif, bilangnya malang melintang) dalam aneka tema penulisan berkat “kelayapan” (sebagai bekal utama seorang penulis untuk berpetualangan mencari data sebagai sumber inspirasi penulisan.

Pelatihan menulis cerpen rohani yang kemudian menghasilkan buku berjudul DARI MIJIL KE KALI PROGO mengajak penulis untuk mengembangkan daya kreativitas dan imajinasinya untuk menuliskan sesuatu yang faktual menjadi sebuah kisah yang fiktif, yang mengaduk-aduk rasa ingin tahu membaca, seolah nyata ternyata ilusi semata. Mijil adalah nama tempat, tempat tinggal salah satu pengurus KPKDG, markas para pengurus biasa menggodok tema pelatihan, para pengurus berbagi tugas siapa bertugas apa, dll. Sedangkan Kali Progo merupakan sebuah sungai yang sangat besar mengalir dari puluhan anak sungai dari sekitar gunung Merapi, Muntilan dan Magelang serta pegunungan Suralaya yang bermuara di laut selatan. Di pinggir Kali Progo itulah, di sebuah rumah retret sembari launching buku Ayat-Ayat Dahsyat Yang Mengubah Hidup, para peserta pelatihan berproses dan berimajinasi menghasilkan sebuah cerita pendek rohani.

Dalam tiga kali pelatihan, peserta seakan diajak untuk mengasah kekuatan dirinya, aku sebenarnya lebih menguasai genre tulisan yang mana? Apakah aku termasuk seorang kritikus sehingga menekuni penulis opini atau esai? Apakah aku seorang yang lebih reflektif sehingga menyenangi tulisan-tulisan religius-spiritual? Ataukah aku seorang yang suka dengan dunia imajinasi yang suka menghadirkan sesuatu yang tiada seolah ada? Para penulis terarah menemukan dan menentukan langkah untuk dirinya.

Ketiga, menulis proses menjadi penulis, menghasilkan buku Proses Kreatif Dalam Menulis, Aneka Pengalaman Mengatasi Kesulitan. Pelatihan yang diikuti oleh dua empat penulis mencoba membagikan pengalaman mereka berproses kreatif dalam menulis puisi, cerpen, esai, kisah inspiratif, renungan, buku dan resensi buku. Pelatihan dan buku yang dihasilkan menjadi semacam “pegangan” bagi siapa saja yang mau belajar menulis baik yang sekadar hobi atau menjadi sebuah profesi. Pelatihan keempat ini dipakai sebagai sebuah transisi untuk menentukan kecenderungan diri. Beberapa penulis seperti Maria Widy Aryani dan Rafael Priyono mulai “mentas” dan rajin menulis cerpen rohani yang dimuat di Mingguan HIDUP di Jakarta (atau cerpen tentang pengalaman hidup selama di Papua) di Minggu Pagi, salah satu suplemen dari Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Sedangkan Adrian Diarto yang rajin menulis Puisi tentang Na mulai berani menerbitkan kumpulan puisinya.

Rupanya komunitas ini menjadi pemicu sekaligus pemacu bagi keberanian sebagian penulis yang sudah menemukan passion, menemukan arah mana dia akan menulis menunjukkan diri kepada dunia melalui karya-karyanya. Komunitas lokal Yogyakarta yang mulai tekun menemukan ritme bagaimana memotivasi rekan penulis untuk terus menjadi garam dan terang dalam aneka tema tulisan mereka.

Setelah melewati beberapa tahap pelatihan, secara biblis bisa kita katakan bahwa seorang penulis Katolik hendaknya selalu memiliki motto: “Praedica Verbum opportune importune” (Wartakan Sabda, baik atau tidak baik waktunya) sebagaimana yang ditulis oleh Paulus ke Timotius (2 Tim 4:2). Melalui aneka tulisannya, seorang penulis berusaha menggarami kehidupan pembacanya agar lebih gurih dinikmati, tidak biasa-biasa saja.

Sementara dalam lingkup yang lebih luas, Pak Tengsoe Tjahjono terus mengipasi api dalam dapur Pentigraf (cerita pendek tiga paragraf). Dengan membuka pintu semakin banyak penulis yang masuk dan bergabung dalam dapur pentigraf yang terus mengepul dan menghasilkan masakan berupa buku demi buku dengan aneka tema. Para penulis yang tergabung dalam KPKDG juga bahkan ada yang ikut aktif menulis sana seperti Alfred B. Jogo Ena, Agustina Pujiastuti, Tom Tirta, Heru Susanto, Tantrini Andang, Demitria Budiningrum, Sutriyono Robert, Nikolaus Loy, Yusup Priyasudiarja dan masih banyak lainnya. Memang di antara mereka sudah ada yang terbiasa menulis bahkan jauh sebelum KPKDG hadir dan bertumbuh seperti sekarang.

Sampai sejauh ini, tema tulisan kawal mama, kawal akal sehat ini semakin menemukan alur kurikulum dalam dan melalui keempat pelatihan yang sudah dilakukan bersama. Ya utama adalah bahwa menulis itu membutuhkan konsistensi, ketekunan dan kesetiaan. Ya setia untuk duduk memulai dan mengakhiri sebuah tulisan hingga layak dibagikan dan dibaca oleh orang lain.

Keempat, pelatihan menulis Cerita/Kisah Inspiratif (bersambung)

Spread the love