(Refleksi Pada Pesta Keluarga Kudus Nasareth)
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Tahun 2023 ini, seminggu setelah Hari Raya Natal, Gereja Katolik merayakan Pesta Keluarga Kudus Nasareth, Yesus, Maria dan Yoseph. Dan setiap kali kita akan mendengar renungan (paling sering dalam renungan di malam menjelang pernikahan/midodareni atau pada hari pernikahan) tentang betapa luar biasa dan kudusnya Keluarga Nasareth sehingga dijadikan model dan teladan bagi setiap pasangan yang akan membangun keluarga. Kita selalu mendapatkan permenungan yang positif dan spektakuler, role model yang menjadi impian setiap keluarga. Kita jarang mendengar Pastor atau prodiakon yang menekankan segi-segi manusiawi keluarga kudus ini.

Kita sangat jarang mendengar renungan, homili atau khotbah tentang Keluarga ini menghadapi banyak kesulitan dalam hidup mereka, seperti ketidakpastian kehamilan, tidak adanya tempat tinggal, dan penganiayaan dari penguasa Romawi. Ketiga mendengar berita bahwa Maria si gadis muda yang sedang bertunangan dengan Yoseph sudah hamil, Anna dan Yoakim serta Yoseph pasti sangat terpukul. Bagaimana bisa terjadi karena Maria berasal dari keluarga yang sangat taat pada hokum Taurat. Ancaman akan cambukan pada Maria si gadis perawan itu terbayang di depan mata mereka. Bagaimana mereka harus menyembunyikan berita yang sangat menghebohkan ini? Jika dahulu para nabi Israel biasanya terlahir dari wanita-wanita tua yang sudah mati haid tetapi berkat rencana dan campur tangan Allah, mereka bisa melahirkan anak-anak mereka. Yang terbaru di zaman Maria tentu saja Elisabeth yang mengandung dan melahirkan Yohanes di masa tuanya. Itu sudah lumrah terjadi. Tetapi kini, seorang gadis perawan (yang bisa saja belum pernah datang bulan) bisa mengandung seorang anak yang namaNya sudah disebutkan sejak awal? Jika para nabi namanya baru dicarikan saat setelah kelahiran, namun bagi Maria nama Anaknya sudah disiapkan sejak kabar pertama. Mari kita bayangkan betapa bingung dan takutnya keluarga Maria juga Yoseph tunangannya. Mereka pasrahkan semuanya pada kehendak Tuhan. Itulah kesulitan pertama yang paling memukul mental mereka.
Kesulitan kedua, tidak adanya tempat tinggal. Seperti umumnya keluarga muda, keluarga ini mengalami hal yang sama. Mereka tidak memiliki tempat tinggal yang pasti, sehingga ketika akan mendekati hari kelahiran Anak mereka, terpaksa berbagi tempat dengan hewan-hewan. Bahkan Sang Bayi ditelakkan dalam palungan (tempat makan hewan) hanya berbungkuskan kain lampin. Dalam palungan hendak menegaskan kepada kita bahwa Yesus ini kelak akan menjadi makanan jiwa (ekaristi) bagi manusia dan dunia.
Kesulitan ketiga adalah penindasan dan penganiayaan penguasa Romawi (juga dari Herodes) sehingga keluarga kecil ini harus mengungsi ke Mesir. Bayangkan betapa repotnya Yoseph harus membawa istri dan Anaknya berjalan kaki (sembari sesekali menuntun keledai bersama Maria dan sang Bayi di punggung keledai). Dengan jarak yang ratusan kilometer, tentu tidak hanya sehari dua hari perjalanan mereka. Betapa menderitanya mereka bertiga dalam pengungsian itu.

Apa yang terjadi pada setiap kesulitan keluarga ini? Apakah mereka menyerah dan seperti kita zaman ini yang mudah sekali menyerah atau menceraikan pasangan bisa menemui kesulitan? Mereka, Yoseph dan Maria senantiasa menjaga kebersamaan dan kepercayaan mereka pada Allah. Mereka sepenuhnya menyerahkan diri kepada kehendak Allah, seperti Fiat Maria sendiri, “Terjadilah padaku menurut perkataanMu.” Hal ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua dalam menghadapi kesulitan dalam membangun keluarga.
Pada Pesta Keluarga Kudus yang bertepatan dengan hari terakhir Desember 2023 ini ada beberapa pelajaran dari Keluarga Kudus Nazareth yang bisa diterapkan dalam membangun keluarga kita dewasa ini:
- Kepedulian dan dukungan: Keluarga Kudus Nazareth saling memberikan dukungan dan membantu satu sama lain di dalam setiap hal. Mereka saling membantu dan merawat satu sama lain, sehingga menjadi keluarga yang harmonis dan kuat. Dalam membangun keluarga, kita perlu belajar untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain, terutama dalam menghadapi kesulitan dan tantangan kehidupan. Ketika kita mengalami kesulitan, ingatlah model keluarga kita sudah pernah dan melalui semuanya secara bersama-sama. Yoseph yang lebih kakak (sebagai kepala keluarga) lebih ngemong pada Maria yang masih amat belia.
- Kepercayaan pada Allah: Keluarga Kudus Nazareth selalu menjalani hidup dengan kepercayaan dan iman yang kuat pada Allah. Mereka menganggap setiap masalah sebagai rahmat dari Allah, dan percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti memiliki hikmah dan tujuan. Allah tidak akan mencobai mereka melebihi keyakinan mereka untuk bisa menjalaninya dalam kepasrahan. Dalam membangun keluarga, kita perlu mengembangkan iman dan kepercayaan pada Allah agar dapat menjalani setiap fase kehidupan dengan optimisme dan ketaatan pada Allah. Sehebat apapun persoalan yang kita hadapi, serahkan sepenuhnya pada bantuan Allah. Kita tidak harus memaksa untuk berjuang sendiri.
- Keluarga yang sederhana: Keluarga Kudus Nazareth hidup dengan sederhana dan rendah hati. Mereka tidak terobsesi dengan uang dan material (Yoseph bekerja agar mencukupi kebutuhan hidup mereka), tetapi menghargai kebersamaan dan kebahagiaan dalam hidup. Dalam membangun keluarga, kita perlu belajar untuk hidup dengan sederhana dan merendahkan hati, dan menghargai setiap momen yang ada bersama keluarga. Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, budaya instant begitu merasuk ke dalam berbagai konteks kehidupan, termasuk keluarga. Nilai-nilai kesederhanaan begitu mudah terkikis oleh mentalitas hedonis dan konsumeris.
- Penyesuaian diri: Keluarga Kudus Nazareth selalu menyesuaikan diri dengan perubahan dan tantangan dalam hidup mereka. Mereka selalu mencari jalan keluar dan beradaptasi dengan setiap situasi. Dalam membangun keluarga, kita perlu belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan perubahan dan tantangan hidup, dan mencari solusi terbaik untuk setiap masalah yang dihadapi, tidak mudah menyerah dan mau membuka hati kepada sesama. Kita membutuhkan orang lain. Kita membutuhkan perjumpaan dengan sesama
- Sikap hormat dan saling membantu: Keluarga Kudus Nazareth senantiasa bersikap hormat satu sama lain dan saling membantu dalam menjalankan peran masing-masing. Maria menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga dengan sepenuh hati. Yoseph menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Dan Tuhan Yesus menjalankan peranNya sebagai anak yang taat dan patuh kepada bimbingan mereka. Mereka bertiga senantiasa menghargai peran masing-masing dan saling menolong dalam setiap hal. Dalam membangun keluarga, kita perlu belajar untuk bersikap hormat, saling membantu, dan memberikan dukungan satu sama lain.

Keluarga Kudus Nazareth menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dan kuat meskipun mereka menghadapi banyak kesulitan dalam hidup. Pelajaran dari keluarga ini dapat diaplikasikan dalam membangun keluarga, seperti saling memberikan dukungan, mengembangkan iman pada Allah, hidup sederhana, menyesuaikan diri dengan perubahan dan tantangan hidup, serta menjaga sikap hormat dan saling membantu satu sama lain. Kita perlu selalu belajar mencari solusi seperti Keluarga Kudus untuk keluar dari setiap kesulitan kita.
Selamat pesta Keluarga Kudus. Salam dalam Yesus, Maria dan Yoseph
Kaki Merapi, 31 Desember 2023