#Puisisehabishujan
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Hujan yang menderas hampir sepanjang senja hingga malam belum bisa membersihkan lumpur lupa ingatan akan “dosa” kemanusiaan mereka yang haus kekuasaan. Luberan banjir di jalan-jalan tidak bisa menutup duka yang menganga oleh kenangan cinta yang direnggut paksa.
Tangan yang pernah penuh darah tidak pernah bisa dicuci dengan sekolam deterjen super bersih sekalipun. Karena dari itu menyebabkan jeritan pilu ibu-ibu yang kehilangan suami dan anaknya, orang tua yang kehilangan anak gadisnya.
Jeritan pilu atas kematian paksa tidak bisa diganti oleh apapun sekalipun menyogok dengan triliunan uang tak tahu malu atas ulah nan keji. Sependek itukah ingatan kita pada kenangan traumatis yang kian hari dibungkus dengan lampin-lampin penuh liur yang mengering dalam genggaman (siap sedia menghapus leleran yang membasahi bibir tak tahu malu.
Senja yang kian buram dalam bungkusan malam kelabu tak akan pernah bisa menyingkap tabir-tabir nurani yang terkecoh oleh janji-janji manis.
Duh malam kelabu, kapankah tersingkap misteri pilu itu?
Kaki Merapi, 04 Januari 2024